Mengapa Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan?



Angka kemiskinan di Indonesia relatif masih tinggi. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,54% per Maret 2022. Angka ini menurun 0,17 poin dibandingkan September 2021 yang sebesar 9,71%. Turun sedikit saja kan. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah dan lembaga terkait agar terus berupaya mengurangi kemiskinan. 


Kemiskinan bisa disebabkan oleh banyak hal yaitu kurangnya lapangan pekerjaan atau rendahnya tingkat pendidikan. Faktor lainnya adalah kesehatan. Orang yang kesehatannya terganggu dan membutuhkan proses pengobatan yang panjang, tak akan bisa produktif dan ini mempengaruhi perekonomian dirinya. Jenis penyakit yang bisa membuat orang tidak produktif adalah stroke dan kusta. 


Saya mengikuti bincang-bincang dari Ruang Publik KBR pada 28 September 2022 yang mengambil tema "Kusta dan disabilitas identik dengan kemiskinan, benarkah?" Ada Bapak Sunarman Sukamto, Amd Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP) dan Ibu Dwi Rahayuningsih Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas yang hadir sebagai narasumber dengan Debora Tanya sebagai host.



Kusta dekat dengan kemiskinan karena stigma


Kasus kusta di Indonesia cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir. Indonesia adalah negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia setelah India dan Brazil dengan angka penderita mencapai 16 ribu sampai 18 ribu orang. Data dari Kementerian Kesehatan per 24 Januari 2022 mencatat jumlah kasus kusta sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru 7146 kasus dan di tahun 2021 tercatat sebanyak 6 propinsi dan 101 kabupaten kota belum mencapai eliminasi kusta.


Data ini menjadi indikasi adanya keterlambatan penemuan dan penanganan kusta serta ketidaktahuan masyarakat tentang tanda kusta dan stigma terhadap penyakit tersebut membuat kesadaran untuk memeriksakan diri orang dengan gejala kusta menjadi rendah. Akibatnya, penularan kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta menjadi tinggi. 


Bapak Sunarman Sukamto mengakui, upaya pemerintah selama ini masih dominan pada upaya kesehatan, belum ada upaya intensif dan kolaboratif lintas kementerian lembaga dan daerah untuk mengatasi hal ini. Padahal kusta tidak hanya isu kesehatan tapi juga isu kemiskinan yang menyangkut juga isu kesehatan dan sosial, isu ekonomi, lingkungan dan lain-lain. 



Dalam Undang-undang tertulis bahwa kusta merupakan salah satu penyakit yang membuat penderitanya menjadi penyandang disabilitas sehingga penanganannya menjadi bagian yang harus diutamakan. Karena itu perlu adanya kolaborasi multi sektor, lintas kementerian, lembaga dan Pemerintah Daerah termasuk melibatkan orang yang sedang dan pernah mengalami kusta. OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) bisa menjadi agen perubahan agar kusta bisa diatasi. 


Sementara ibu Dwi Rahayuningsih mengatakan bahwa masalah disabilitas termasuk kusta ini sudah diatur juga dalam UU 8 Tahun 2016. UU ini menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.


Menurut Ibu Dwi Rahayuningsih, penyandang disabilitas pada tahun 2021 keseluruhan untuk kategori sedang sampai berat ada sekitar 6,2 juta sedang untuk penyandang disabilitas fisik ada sekitar 3,3 juta. Untuk tingkat kemiskinan secara nasional, ada diangka 10,14 persen, sedangkan untuk penyandang disabilitas terutama bagi penyandang disabilitas fisik termasuk kusta ada di angka 15,26 persen. 



Penderita Kusta tidak serta merta miskin, namun adanya stigma di masyarakat membatasi kontribusi aktivitas sosial dan produktif bagi OYPMK dan disabilitas. Stigma ini termasuk pula batasan atas pendidikan, pekerjaan, wirausaha hingga diskriminasi saat pengajuan modal usaha bagi OYPMK dan disabilitas. Hal inilah yang menjadi penyebab kemiskinan para penderita kusta, begitu kata ibu Dwi. 


Pemerintah tidak berpangkutangan melihat hal ini. Sejumlah program yang sudah dijalankan melalui Kementerian Sosial untuk menanggulangi kemiskinan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK. Program ini meliputi bantuan sembako, bantuan rehabilitasi sosial dan penyaluran alat bantu, bantuan kemandirian usaha serta menyediakan shelter untuk OYPMK. Shelter ini berada di Dusun Sumber Glagah Desa Tanjung Kenongo Jatim, di desa Banyumanis jateng serta kompleks penderita kusta Jongaya di Makassar. 


Pemerintah juga sudah menyiapkan sejumlah kebijakan yang diharapkan bisa direalisasikan segera yaitu Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas dengan sejumlah sasaran strategis seperti bantuan dan perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas dan OYPMK, pemberian 1% kuota minimum untuk perusahaan dan 2% untuk pemerintah termasuk BUMN dan BUMD dan peningkatan layanan keuangan inklusif.


Ada juga program return to work yaitu program untuk orang yang ketika bekerja mengalami kecelakaan dan menjadi disabilitas maka program return to work memastikan penyandang disabilitas tetap bekerja di perusahaannya. Pemerintah juga mendorong perusahaan swasta melalui CSR-nya untuk melakukan program yang bisa meningkatkan pemberdayaan disabilitas misalnya dengan memberi pelatihan pada penyandang disabilitas. 


Dengan kolaborasi pemerintah dengan berbagai pihak, para OYPMK bisa berdaya dan kembali produktif. Akhirnya bisa meningkatkan taraf kehidupan dan terhindar dari kemiskinan. Ingatlah selalu, kusta itu bukan kutukan dan kusta itu bisa disembuhkan. 

1 komentar

  1. Bonus symbols 바카라사이트 normally replicate the game’s theme very closely. Multiplier – These symbols multiply a standard payout by a certain amount|a particular amount|a sure quantity}. A multiplier {can be a|is normally a|could be a} normal image and will boost the payout of a profitable combo.

    BalasHapus