Qorry Oktaviani: Melestarikan Mangrove dan Merajut Warna Alam di Setiap Selembar Batik



Ketika Qorry Oktaviani melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di Desa Tungkal 1, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, ia disambut oleh hamparan pohon mangrove yang menjulang, berayun lembut di tepi perairan. Meski saat itu Qorry baru saja lulus dari Jurusan Biologi Universitas Andalas, keputusannya untuk memilih jalan yang berbeda dari rekan-rekannya sudah bulat. Dia merasa terpanggil oleh alam, terutama oleh ekosistem mangrove yang kini bernaung di bawah perlindungannya.


Qorry Oktaviani adalah sosok inspiratif yang diakui oleh Satu Indonesia Awards, karena perannya yang signifikan dalam upaya pelestarian lingkungan dan pengembangan potensi lokal. Perjalanan Qorry menuju kiprah sebagai pejuang lingkungan bukanlah sesuatu yang terjadi dalam sekejap. Ia selalu teringat saat-saat di masa kuliah, ketika melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan turun langsung ke lapangan. Di sana, di tengah hiruk pikuk flora dan fauna yang jarang ia jumpai di kota, tumbuh rasa cinta dan tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam. Sejak itulah, jalan Qorry sebagai seorang aktivis lingkungan pun bermula.


Setelah lulus, Qorry menerima pekerjaan sebagai fasilitator di NGO WARSI, sebuah organisasi yang berfokus pada pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dia ditempatkan di Desa Tungkal 1, sebuah daerah yang kaya akan potensi mangrove. Di sinilah, di tepi perairan yang subur itu, Qorry menyadari bahwa potensi besar kawasan mangrove belum sepenuhnya dioptimalkan oleh masyarakat setempat. Saat itu, masyarakat memandang mangrove hanya sebagai bagian dari lanskap yang biasa dan tanpa nilai ekonomi berarti.


Dengan semangat yang tak kenal lelah, Qorry mulai melakukan pendampingan terhadap kelompok tani hutan. Ia mengenalkan mereka pada konsep pemanfaatan mangrove secara berkelanjutan, tidak hanya melindungi ekosistemnya, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi yang lebih baik. Bersama kelompok ini, Qorry menggagas pemanfaatan sumber daya mangrove secara bijaksana, mulai dari penanaman kembali, pelestarian, hingga eksplorasi potensi mangrove sebagai produk bernilai ekonomi. Dia juga mengadvokasi dan mendorong pemerintah desa untuk membuat aturan khusus terkait perlindungan kawasan mangrove, sebuah langkah yang berhasil diwujudkan melalui peraturan desa yang mengatur pemanfaatan dan perlindungan lingkungan sekitar.


Namun, di balik segala perjuangan tersebut, ide besar yang mengubah wajah Desa Tungkal 1 dan sekitarnya adalah gagasan yang kemudian dikenal sebagai “Batik Mangrove.” Ide ini tak lahir seketika. Sebagai seorang yang mendalami ilmu biologi dan memahami manfaat ekologis mangrove, Qorry menyadari bahwa tanaman bakau dan buah pidada, yang sering tumbuh di sekitar area mangrove, bisa dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami. Pengamatan mendalam dan kerja di lapangan mengantarkannya pada kesadaran bahwa batang dan kulit kayu bakau bisa menghasilkan warna cokelat, sementara buah pidada mampu menghasilkan warna merah kecokelatan yang menawan.


Pada 2020, Qorry memutuskan untuk mengajak ibu-ibu setempat membentuk kelompok batik yang diberi nama "Kelompok Batik Pangkal Babu." Melalui inisiatif ini, ia mengenalkan konsep “Konservasi Mangrove dalam Selembar Batik.” Ide dasarnya sederhana, yaitu menciptakan produk khas daerah yang memanfaatkan kekayaan alam sekitar tanpa merusaknya. Melalui kelompok batik ini, Qorry ingin menunjukkan bahwa konservasi dan ekonomi bisa berjalan berdampingan, saling menguntungkan satu sama lain.


Awalnya, tidak semua orang percaya bahwa mangrove bisa memberi manfaat lebih dari sekadar tanaman pelindung pantai. Namun, perlahan-lahan, hasil karya dari tangan ibu-ibu Desa Tungkal 1 mulai mendapat pengakuan. Keindahan warna alami yang dihasilkan dari bahan mangrove menarik minat banyak orang. Tidak hanya memiliki nilai seni, tetapi setiap helai batik ini juga membawa pesan penting tentang pelestarian mangrove, yang secara tidak langsung melibatkan masyarakat luas untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan.


Qorry dan kelompok batiknya tak hanya berhasil memberikan warna pada kain, tetapi juga harapan baru bagi masyarakat sekitar. Keberhasilan batik mangrove ini berhasil menciptakan sumber pendapatan baru bagi ibu-ibu yang terlibat dalam produksi. Kini, setiap kali ada pesanan batik, mereka bekerja sama dengan penuh semangat, mengolah bahan pewarna dari alam, dan mewarnai kain dengan dedikasi yang sama seperti menjaga hutan mangrove di sekeliling mereka.


Batik Mangrove Pangkal Babu kini telah menjadi simbol bahwa pelestarian lingkungan tidak harus berbenturan dengan kesejahteraan ekonomi. Dengan memperkenalkan potensi ekologi sebagai peluang ekonomi, Qorry membuktikan bahwa ide konservasi dapat menghasilkan keuntungan berkelanjutan. Selain itu, keberadaan batik mangrove juga membawa kebanggaan tersendiri bagi masyarakat, terutama karena batik tersebut memuat cerita dan perjuangan lingkungan yang panjang.


Dalam perjalanannya, Qorry telah menghadapi banyak tantangan, termasuk skeptisisme dari sebagian orang. Namun, baginya, setiap keberhasilan, sekecil apa pun, adalah dorongan untuk terus maju dan mencari inovasi baru. Melalui Satu Indonesia Awards, kiprah Qorry sebagai inspirasi bangsa mendapatkan pengakuan yang layak. Di balik setiap helaian batik dan setiap warna yang dipadukan dengan hati-hati, terdapat perjuangan dan ketekunan seorang Qorry Oktaviani dalam menjaga alam sembari membangun ekonomi masyarakat di sekitarnya. 


Kini, Qorry Oktaviani tak hanya menjadi pahlawan bagi desa kecilnya, tetapi juga menjadi simbol inspirasi bagi generasi muda Indonesia tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan bagaimana cara kita bisa hidup berdampingan dengan alam yang penuh potensi.

Tidak ada komentar