Ketergantungan anak-anak pada gadget sudah sampai ada tahap yang memprihatinkan. Dalam satu hari, anak-anak bisa memainkan gadget lebih lama dari jam istirahatnya. Memainkan game di gadget atau menonton tayangan youtube dan sosial media lebih menarik minat anak-anak ketimbang belajar dan bermain dengan teman sebayanya.
Kondisi ini diperparah dengan orang tua yang tak membatasi anak-anaknya bermain gadget. Karena kebanyakan orang tua juga sudah kecanduan gadget. Tentu ini tidak baik untuk perkembangan anak-anak. Harus ada cara yang bisa mengalihkan anak-anak dari ketergantungan bermain gadget.
Keprihatinan atas ketergantungan anak-anak dengan gadget, membuat Achmad Irfandi, seorang pemuda yang tinggal di wilayah kecamatan Wonoayu, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tergerak hatinya. Ia tak ingin anak-anak penerus bangsa kehilangan kreatifitas karena tergantung pada gadget. Pada 1 April 2018 Achmad Irfandi mencetuskan ide membuat sebuah program yang ia namai Kampung Lali Gadget(KLG).
Di Kampung Lali Gadget, Achmad berupaya mengangkat permainan tradisional untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari gadget. Ide cemerlang Achmad Irfandi ini membuat ia terpilih menjadi salah satu pemenang Inspirasi Para Penerang Negeri dari Astra.
Kampung Lali Gadget mengangkat tema dolanan tradisional untuk mengobati kecanduan anak-anak pada gawai. Kegiatan ini pada mulanya digelar untuk anak-anak di dusun Pagerngumbuk, lalu perlahan makin meluas dan mendatangkan anak-anak dari dusun lain. Berbagai jenis permainan tradisional yang dikenal di Indonesia ia anggap punya nilai positif yang jauh lebih banyak ketimbang hanya menghabiskan waktu untuk memelototigawai setiap hari.
Keberadaan KLG juga meningkatkan budaya baca di masyarakat sekitarnya, terutama di kalangan anak-anak, serta mengurangi paparan hoaks yang hadir di media sosal. Lebih jauh dari itu, program ini juga mengangkat potensi desa menjadi desa wisata/desa tematik edukatif serta membentuk kampung ramah anak.
Setiap hari selalu ada kegiatan edukasi, permainan, pengenalan sistem desa, hingga kunjungan ke sawah. pada tahun 2018 KLG berhasil mendatangkan 475 anak dalam berbagai kegiatan tersebut. Semua kegiatan dalam KLG digratiskan untuk warga desa setempat. Sedangkan anak yang berasal dari luar desa harus membayar Rp. 15.000. Dalam setiap kegiatan yang besar, minimum 150-200 anak yang hadir dari berbagai desa di Jawa Timur.
Dengan adanya aktivitas rutin dan kunjungan berkaladari pendatang, masyarakat sekitar bisa diberdayakan sehingga bisa memperoleh penghasilan tambahan. Secara bertahap KLG juga melakukan pengenalan UMKM desa dan menyediakan tempat berjualan untuk warga ketika ada kegiatan. Lambat laun, kegiatan KLG bahkan mulai memicu munculnya kegiatan ekonomi lain. Misalnya perajin di desa mulai membuat ikat kepala tradisional khas sidoarjo, udeng pacul gowang serta bermacam mainan tradisional untuk dijual.
Orang tua di sekitar KLG juga turut dilibatkan dalam mebuat ecobricks yang terbuat dari sampah plastik. Keberadaan KLG di Dusun Pagerngumbuk mengisnpirasi desa-desa lain untuk membuat program edukasi serupa. Sudah ada empat desa yang melakukannya dan bekerjasama mengembangkan kegiatan tersebut. Saat ini Kampung Lali Gadget sudah mempunyai sebuah yayasan berbadan hukum yang pengelolaannya bisa lebih profesional dan terstruktur.
Irfandi berharap program KLG bisa terus berkembang dan memperoleh status sebagai desa wisata yang menjadi alternatif wisata edukasi bagi orang tua yang ingin menyembuhkan kecanduan gawai pada anaknya. Ia juga berharap isu kecanduan gawai bisa diangkat secara nasional dan menjadi permasalahan bersama sehingga setiap orang akan terlibat untuk mengurangi dampak negatifnya.
sumber : Buku Inspirasi Para Penerang Negri - Astra
Tidak ada komentar