Lima Cara Agar Anak Suka Makan Sayuran


Saya membenahi barang belanjaan yang saya beli dari pasar. Saya tak setiap hari ke pasar, hanya 3 atau 4 hari sekali. Maka sekali ke pasar, belanjaan saya cukup banyak. Saya keluarkan sayuran, tempe, tahu, telur dan belanjaan lain dari kantung belanja saya dan memasukkannya ke kotak-kotak plastik, kemudian menyimpannya di kulkas.

Anak saya yang sedang melihat saya membenahi barang belanjaan berkomentar, "biasa deh mama, beli sayurannya banyak, kalau aku cukup telur aja". Anak saya yang sulung ini memang susah makan sayuran. Kalau saya masak capcay sayur, yang diambil hanya sosis atau baksonya saja. Begitupun kalau saya masak sayur sop, yang diambil hanya kuah plus campuran seperti makaroni.

Banyak anak yang memang susah makan sayuran. Ketika sedang ngobrol dengan teman dan saling bercerita soal anak, pasti ada saja teman yang yang cerita kalau anaknya susah makan sayuran. Ini bikin pusing para ibu, karena sayuran itu penting untuk tumbuh kembang anak. Kurang makan sayuran berimbas tak terpenuhinya nutrisi dalam tubuh, akhirnya gizi bermasalah.



Pada webinar Nutrisi untuk Bangsa tanggal 26 Februari lalu, yang bertemakan Festival Isi Piringku untuk anak usia 4-6 tahun, Direktur Gizi Masyarakat kementrian Kesehatan Dr. Rr Dhian Proboyekti Dipo, SKM, MA, mengatakan bahwa Indonesia punya 3 masalah gizi yaitu stunting, gizi kurang dan kegemukan. Masalah gizi ini banyak dialami oleh anak-anak usia di bawah 10 tahun.

Kenapa Anak Susah Makan Sayuran?


Anak tidak mau makan sayur bisa karena beberapa sebab. Sayuran tidak seenak daging, beberapa jenis sayuran ada yang rasanya agak pahit. rasa yang kurang enak ini tertanam di otak anak hingga ia menganggap bahwa semua sayuran itu tidak enak. Faktor trauma juga bisa jadi penyebab. Anak trauma makan sayur karena orang tua memaksa anak untuk makan sayuran.

Penyebab lain adalah karena orang tua terbiasa mengonsumsi makanan jadi (processed food). Kesibukan orang tua dalam bekerja akhirnya membuat orang tua memilih makanan yang praktis dalam penyajian, yaitu makanan jadi. Menurut data BPS 2019, pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi (processed food) lebih tinggi 3 kali lipat daripada daging, telur dan susu. 4 kali lipat daripada ikan dan 6 kali lipat daripada buah dan sayuran.



Di Webinar Nutrisi Untuk Bangsa kemarin, Prof Dr Ir Sri Anna Marliyati MSi, ahli gizi dan ketua tim ahli pengembang modul Isi Piringku, usia 4 hingga 6 tahun mengalami masalah makanan yaitu :

1. Pilih-pilih makanan (picky eater), hanya memilih makanan yang enak rasanya misal daging.
2. Susah makan, hanya mau makan sedikit hingga asupan nutrisinya kurang dari yang diharuskan.
3. Menolak makan, ia baru mau makan setelah dirinya sendiri yang meminta.
4. Tidak suka makan sayur, hanya mau makan daging-dagingan atau telur.

Masalah Gizi, Ini Dampaknya


Kita sudah setahun mengalami pandemi. Masa pandemi membuat permasalahan gizi anak makin meningkat karena kebutuhan makan anak terganggu akibat terpengaruhnya perekonomian keluarga. Setahun ini banyak orang tua yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Pembatasan aktivitas membuat orang tua yang bekerja membuka toko juga jadi terkendala.



Akhirnya orang tua tak lagi memikirkan kebutuhan gizi anak, yang penting anak bisa makan. Kondisi ini tak sepenuhnya bisa disalahkan. Karena tak ada orang yang mau mengalami pandemi yang berkepanjangan. Data UNICEF 2020 menyebutkan 24 juta balita di Indonesia berisiko lebih tinggi mengalami kurang gizi atau gizi buruk selama pandemi.

Tentu hal ini menjadi perhatian semua pihak. Kekurangan gizi tidak bisa dianggap remeh karena berpengaruh pada masa depan anak. Dr. Rr Dhian Proboyekti Dipo menjelaskan, masalah gizi punya dampak dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dampak masalah gizi dalam jangka pendek adalah  :

- terganggunya perkembangan otak dan kecerdasan
- terganggunya pertumbuhan fisik
- terganggunya metabolisme tubuh

Sementara dampak masalah gizi dalam jangka panjang adalah :
- menurunnya kemampuan kognitif, perkembangan fisik dan prestasi pelajar
- menurunnya kekebalan tubuh (mudah sakit)
- beresiko mengalami penyakit degeneratif (diabetes, kegemukan, penyakit jantung, stroke dan disabilitas pada usia tua).



Supaya Anak Mau Makan Sayuran, Caranya Begini


Orang tua dituntut untuk kreatif menyiapkan makanan untuk anak terutama ketika anak-anak tidak suka sayuran. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, saya sendiri sudah mencoba berbagai cara ini :

1. Jelaskan manfaat sayur


Ketika menghidangkan sayuran, jelaskan manfaat sayuran tersebut pada anak tentunya dengan bahasa yang mudah dipahami. Misalnya makan wortel akan membuat matanya sehat dan makan bayam akan membuat tubuhnya kuat. Bisa juga menjelaskan pada anak dalam bentuk cerita atau dongeng karena anak menyukai dongeng.

2. Mulai dari sayuran yang paling disukai


Membujuk anak bisa dilakukan dengan cara memberikan sayuran yang ia sukai. Misalnya anak menyukai bayam, masaklah bayam dengan cara yang ia sukai. Setelah anak terbiasa dengan sayuran, barulah bisa dicoba sayuran dengan rasa dan tekstur berbeda, misalnya brokoli. Sayuran juga bisa dicampurkan ke makanan kesukaannya. Saya sering mencampurkan bayam ke telur dadar karena anak saya menyukai telur dadar.



3. Kreasikan Sayuran dan ajak anak untuk masak bersama


Mengajak anak untuk ikut memasak bisa membuat anak lebih suka dengan masakan yang dihidangkan. Selain itu ia juga akan lebih menghargai makanan. Buat hidangan sayuran dengan cara kreatif. Misalnya membuat sate sayuran. Panggang sayuran dan gunakan saus yang disukai anak.

4. Ikut makan bersama anak


Ketika anak sedang makan, dampingi anak dengan cara orang tua ikut makan. Anak mencontoh yang dilakukan oleh orang tuanya. Ketika orang tua makan sayuran maka anak juga akan makan sayuran. Biarkan anak menjalani proses makan dari awal sampai akhir.

5. Jangan paksa anak


Anak butuh proses untuk melakukan sesuatu, sama seperti memakan sayuran. Walau sudah dijelaskan manfaat sayuran dan membuat kreasi hidangan sayuran, ada kalanya anak tetap menolak makan sayuran. Jangan memaksa anak makan ketika ia menolak. Pemaksaan akan membuat anak trauma dan makin menolak untuk makan.



Festival Isi Piringku Untuk Selamatkan Generasi Penerus Bangsa


Danone Indonesia punya berbagai program untuk membantu menyehatkan anak-anak Indonesia. Programnya adalah :
- Mencegah remaja malnutrisi : GESID
- Mencegah ibu malnutrisi : Rumah Bunda Sehat
- Mencegah bayi malnutrisi : Aksi Cegah Stunting
- Mencegah anak stunting : Isi Piringku

Untuk menyelamatkan generasi penerus Bangsa, Danone Indonesia meluncurkan Festival Isi Piringku untuk anak usia 4 hingga 6 tahun. Ibu Vera Galuh Sugijanto, VP General Secretary Danone Indonesia mengatakan bahwa anak adalah sumber daya manusia yang penting. Tumbuh kembang anak dijaga optimal dan itu kewajiban semua pihak.

Masalah yg dihadapi negara adalah pandemi masih berlangsung dan prioritas anak dikesampingkan. Danone Indonesia berupaya melakukan upaya menurunkan stunting sebagai mitra pemerintah supaya generasi penerus menjadi SDM yang unggul dan berkualitas, kata ibu Vera. 



Saat ini kondisi anak di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Satu dari tiga anak balita mengalami stunting akibat kekurangan gizi kronis dalam waktu yg lama. Sementara satu dari tiga anak balita di Indonesia mengalami anemia yg disebabkan kekurangan zat besi.

Dengan Festival Isi Piringku, Danone Indonesia mengajak orang tua dan guru PAUD bekerjasama membuat anak menyukai sayuran dan menyadari pentingnya panduan gizi seimbang dalam Isi Piringku. Festival Isi Piringku untuk anak usia 4-6 tahun ini bertema membangun generasi sehat melalui edukasi gizi seimbang sejak dini. Berbagai lomba diadakan, yaitu :
- Lomba foto kreasi menu anak
- Lomba kreativitas guru saat belajar daring
- Lomba gerak dan lagu Isi piringku

Mengajak anak mengonsumsi gizi seimbang dengan cara yang menyenangkan membuat anak tak merasa dipaksa untuk makan makanan yang bergizi. Orang tua juga akan selalu menyadari pentingnya nutrisi untuk anak hingga mengurangi konsumsi makanan jadi dan menggantinya dengan sayuran.


 








Tidak ada komentar