Dunia telekomunikasi memang maju pesat. Sekarang hal yang lumrah orang bicara melalui video call, SMS mulai ditinggalkan. Saya menerima SMS hanya dari provider yang menginformasikan soal paket promo atau berakhirnya paket data. Komunikasi soal pekerjaan, curhat dan lain-lain saya lakukan melalui Whats App dan Video call.
Banyak perusahaan yang bisa mengikuti pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi namun ada juga yang terseok-seok lalu mati dan menghilang. Sebut saja Blackberry. Dulu sempat hits di awal tahun 2000 an dengan segala fitur canggih di jamannya. Rata-rata orang memiliki Blackberry. Nggak punya Blackberry artinya ketinggalan jaman.
Namun begitu Android muncul, Blackberry perlahan mulai ditinggalkan. Fitur yang tadinya canggih, terasa tertinggal dengan teknologi Blackberry. Saat ini Blackberry benar-benar mati. Apa suatu saat hal ini bisa menimpa Android? Who knows. Tak ada yang tak mungkin.
Disrupsi Telekomunikasi, Adaptasi atau Mati
Saya menghadiri seminar Disrupsi Telekomunikasi, Beradaptasi atau Tenggelam yang diselenggarakan oleh Indonesia ICT Intitute di Balai Kartini pada 5 Februari 2020. Hadir sebagai pembicara pada seminar ini adalah Bapak Heru Sutadi selaku Direktur Eksekutif ICT Institute dan Bapak Nonot Harsono selaku Pengamat Telekomunikasi. Seminar juga dihadiri oleh para media dan blogger.
Bapak Nonot Harsono menjadi pembicara pertama yang menjelaskan soal 4 trend disrupsi (perubahan yang mendasar/fenomena pergeseran aktivitas) di bidang industri telekomunikasi yaitu :
1. Artificial Intelligence (AI) : ada trend di mana AI akan digunakan untuk meningkatkan kualitas network. AI akan menjadikan kerja network lebih efisien, biaya pekerja lebih rendah dan meningkatkan revenues.
2. Internet of Things (IoT) : untuk bisa tumbuh di era IoT ini, perusahaan telekomunikasi perlu mendata dan menguji apa saja kekuatan yang dimiliki dan kemudian mengembangkan solusi bagi industri dan masyarakat.
3. Internet 5G sebagai investasi besar
4. Pelayanan eSIM : keseimbangan posisi tawar di antara pabrik hardware berpotensi mengakibatkan perubahan pada peta kepemilikan pelanggan diantara operator ataupun operator dengan platform.
Disrupsi bisa terjadi kapan saja dan di industri manapun dan pengaruhnya di industri tradisional bisa menjadi sangat signifikan. Dekade terakhir ini menjadi masa yang tidak pasti dan menantang bagi organisasi tradisional di setiap industri. Transformasi digital adalah sebuah keniscayaan.
Bapak Nonot punya saran klasik untuk industri telekomunikasi dalam menghadapi disrupsi dengan mencontohkan Google dan Facebook :
1. Industri dan perusahaan platform/Apps/OTT seperti Facebook, Google dan Netflix telah mendapatkan value dan peluang yang sangat besar bukan karena mereka meningkatkan skala industrinya namun karena mereka menciptakan brand yang kuat memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi.
2. Demikian besar value perusahaan yang telah mereka ciptakan yang berasal dari data yang mereka kumpulkan, dianalisis dan di monetize.
3. Jika Google dan Facebook bisa mengetahui segala sesuatu tentang users mereka, maka sebenarnya para operator pun bisa mendapatkan informasi yang sama, karena semua data/informasi itu mengalir melalui network milik para operator, dalam perjalanan alirannya menuju ke Google dan Facebook.
4. Ada peluang bagi para operator untuk meng-explore metodologi terkini, misalnya machine learning, digitalisasi proses managemen, analytic dan AI untuk merapikan data-data manajemen yang tidak rapi agar dapat menjadi tertata dan mendukung akurasi penentuan putusan dan policy dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
5. Hal ini bukanlah proses natural yang lambat namun harus menjadi transformasi yang massive dan cepat. Para operator harus menjalani ini dengan mindset bahwa hal ini perlu, bermanfaat dan harus dijalankan.
Menurut pak Nonot, transformasi telekomunikasi bisa diusahakan dengan cara :
1. Kelola Networks dengan teknologi terkini : manfaatkan machine-learning untuk tingkatkan efisiensi dan gunakan software untuk kinerja yang lebih baik.
2. Digitalisasi operasional bisnis dan puaskan pelanggan : automasi dan penyederhanaan di sisi back office, digitalisasi pada divisi customer support dan predictive analytics pada divisi marketing dan sales.
3. Memulai transformasi menuju Digital Company : membentuk mindset dan merombak organisasi serta fokus pada eksekusi tahapan yang telah dibuat.
Mengapa perlu transformasi? Bapak Heru Sutadi menjelaskannya. Katanya, internet, aplikasi dan teknologi baru telah cara bisnis dilakukan, bagaimana organisasi bersaing dan berinteraksi serta menyebabkan perubahan dalam perilaku dan harapan pelanggan. Transformasi digital memerlukan lebih dari sekedar meningkatkan bisnis dengan teknologi digital tapi juga memerlukan pemikiran ulang dan restrukturisasi seluruh logika bisnis suatu organisasi.
Menurut bapak Heru Sutadi, supaya tetap bertahan di era disrupsi industri telekomunikasi perlu melakukan transformasi yang bertumpu pada tiga aspek, yakni merumuskan kembali visi dan kepemimpinan, inovasi dan adopsi teknologi baru, serta transformasi organisasi dan budaya digital. Para penyelenggara telekomunikasi juga perlu terus bergerak menghadapi dan melakukan transformasi digital yang bergerak cepat ini meskipun telah memiliki visi, misi dan strategi dengan caranya masing-masing.
Saya sebagai pelanggan tentu berharap para perusahaan telekomunikasi mampu bertahan dan memberikan banyak inovasi ke depannya. Pelanggan selalu inginkan yang terbaik. Namun saya tak berharap adalagi perusahaan telekomunikasi yang mati digerus era disrupsi.
Tidak ada komentar