Kisah Sashi diceritakan oleh orang tuanya di acara bincang-bincang tentang penyakit langka yang berlangsung di Istora Senayan pada 21 Desember 2019 bertepatan dengan acara peringatan 100 tahun RSCM. Selain orang tua Sashi dan orang tua Praba Dewantara yang juga mengidap penyakit langka, ada Prof. DR. dr. Damayanti Rusli Syarif SpA(K) Guru Besar FKUI dan dokter spesialis anak konsultan nutrisi penyakit metabolik.
Obat yang harus diminum Sashi bukanlah obat yang mudah didapatkan di Indonesia. Ia harus menunggu obat ini dikirim dari luar negeri. Biaya untuk ibat saja bisa mencapai 20 juta rupiah per bulan. Sungguh bukan obat yang murah untuk sebuah penyakit langka dan Sashi tergantung dengan obat ini seumur hidup.
Prabu Dewantara, saat ini berusia 9 bulan. Ibunya, Karina, berkisah, kehamilan dijalani dengan normal tanpa masalah berarti namun anaknya lahir dengan kelainan genetika di mana Prabu Dewantara harus tergantung dengan susu khusus yang hanya terdapat di Amerika Serikat. Susu seharga 700.000 per kaleng ini didatangkan melalui jalur distribusi yang cukup sulit.
Padahal Prabu Dewantara butuh 10 kaleng susu setiap bulan. Karina bercerita betapa khawatirnya ia jika stock susu tinggal 2 kaleng sementara kiriman susu belum tiba. Jika anaknya tak mendapat susu ini maka nyawanya akan terancam.
Penyakit Langka di Indonesia
Namanya penyakit langka maka penyakit ini diderita oleh sedikit orang. Ada sekitar 6000-8000 jenis penyakit langka yang telah dikenali. Ada sekitar 350 juta orang di dunia dengan penyakit langka, dimana 30% diantaranya adalah anak anak dibawah 5 (lima) tahun.
Di Indonesia 1 dari 1000 orang mengidap penyakit langka dan kebanyakan penderitanya adalah anak-anak. Penyakit langka banyak yang tak diketahui penyebabnya, namun anak-anak yang menderita penyakit langka berpotensi mengalami stunting karena mereka bergantung pada nutrisi khusus selain daya tahan dan organ tubuhnya terganggu karena penyakitnya.
Apa penderita penyakit langka bisa bertahan hidup? Meski harapan hidupnya kecil namun dengan nutrisi dan obat khusus, penderita penyakit langka bisa diselamatkan. Sashi menjadi contohnya. Menderita penyakit langka sejak kecil, ia kini berusia 15 tahun. Walau setiap hari harus minum obat khusus.
Ada sekitar 200.000 anak yang berjuang memenuhi kebutuhan nutrisi khususnya agar bertahan dengan penyakit langkanya menurut Prof Damayanti. Tidak sedikit anak dengan penyakit langka membutuhkan Pangan untuk Kondisi Medis Khusus yang mencakup makanan baik dalam bentuk padat ataupun cair selain terapi pendukung tentunya. Sayangnya di Indonesia, belum ada perhatian dari pemerintah.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 29 tahun 2019 sudah mengatur bahwa intervensi gizi spesifik seperti Pangan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) dibutuhkan dalam tata laksana masing-masing kondisi kesehatan dengan resiko stunting besar seperti penyakit metabolik karena dapat mempengaruhi peningkatan kebutuhan nutrisi maupun kemampuan anak menyerap nutrisi yang dikonsumsi.
Namun belum ada petunjuk teknis mengenai implementasi peraturan ini. Tanpa petunjuk teknis, para penderita penyakit langka harus berusaha sendiri mencari nutrisi dan obatnya seperti yang dialami oleh orang tua Prabu dan Sashi. Kedua orang tua ini adalah sedikit dari sekian banyak orang tua yang anaknya menderita penyakit langka, yang sudah bersuara.
Prof Damayanti bercerita, betapa ia menggunakan segala akses dan relasinya untuk mendatangkan susu dan nutrisi untuk anak-anak para penderita penyakit langka. Contohnya susu bayi Prabu. Susu itu tidak bisa dibuat di Indonesia. Mestinya pemerintah memudahkan distribusi susu ini karena di negara lain susu ini diberikan gratis untuk para penderita.
Tentu kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Setiap menit para penderita penyakit langka berjuang untuk hidup. Semestinya negara memberikan perhatian untuk para penderita penyakit langka ini, dengan cara memberi kemudahan distribusi dan memudahkan para penderita penyakit langka mendapat obat. Maka para orang tua penderita penyakit langka bisa fokus untuk merawat anaknya.
Tidak ada komentar