Mata Kering Jangan Disepelein, Tips Biar Mata Sehat Buat Pekerja Lapangan



Hari itu, matahari Jakarta lagi ganas-ganasnya. Saya seorang jurnalis lapangan, sedang buru-buru menuju lokasi demo di depan gedung DPR. Kamera di tangan, notes di saku, dan semangat liputan yang membara. Tapi, di tengah hiruk-pikuk wawancara dan catat-menacat, tiba-tiba mata saya terasa sepet, kayak ada pasir nyangkut. 


Nggak cuma itu, rasanya perih dan lelah banget, padahal baru jam 11 siang. Awalnya saya kira cuma debu jalanan, tapi ternyata ini gejala mata kering. Untungnya, saya ketemu solusi praktis dengan INSTO DRY EYES. Yuk, saya ceritain pengalaman saya dan kenapa #MataKeringJanganSepelein!


Awal Mula Petualangan Mata Kering


Jadi, sebagai jurnalis lapangan, hidup saya penuh dengan lari-larian dari satu lokasi ke lokasi lain. Dari liputan banjir di pinggiran kota, konferensi pers di hotel bintang lima, sampai aksi demo yang bikin adrenalin naik. Tapi, ada satu musuh yang mulai mengganggu: mata kering. Awalnya, saya nggak terlalu ngeh. Tiap habis liputan di tempat berdebu atau ber-AC, mata saya suka terasa sepet dan perih. “Ah, paling cuma capek,” pikir saya. Tapi, lama-lama gejalanya makin parah. Mata saya mulai buram pas lagi nulis catatan, dan kadang harus kucek-kucek mata biar bisa lihat jelas. 





Puncaknya pas liputan di daerah industri yang penuh asap. Di tengah wawancara sama buruh, tiba-tiba pandangan saya buram banget. Saya cuma bisa nyanyi dalam hati, “Ini apaan sih?!” Panik, saya cek Google, dan voila, ketemu istilah mata kering atau dry eye syndrome. Ternyata, ini kondisi di mana mata kurang air mata atau air matanya cepat menguap. Kalau dibiarkan, bisa bikin iritasi serius, bahkan ngerusak kornea. Bayangin, gagal liputan cuma gara-gara mata? Nggak mau dong! #MataKeringJanganSepelein!


Penyebab Mata Kering: Hidup Jurnalis Banget!


Setelah ngobrol sama temen dokter dan baca-baca, saya mulai paham kenapa mata saya kering. Pertama, paparan lingkungan. Liputan di lapangan itu nggak selalu di ruangan nyaman. Kadang saya harus berdiri berjam-jam di bawah matahari, terpapar debu, asap, atau angin kencang. Semua itu bikin mata kehilangan kelembapan. Kedua, AC dan layar gadget. Setelah liputan, saya sering lanjut nulis artikel di kafe ber-AC atau cek footage di laptop dan HP. Ternyata, menatap layar lama-lama bikin frekuensi berkedip turun drastis, dari normalnya 15-20 kali per menit jadi cuma 5-7 kali. 


Ketiga, kurang minum air. Jujur, pas liputan saya sering lupa minum air putih. Kopi atau teh manis sih selalu ada, tapi air? Ehm, kadang cuma seteguk sehari. Padahal, dehidrasi bikin produksi air mata menurun. Terakhir, stres dan kurang tidur. Deadline ketat, jadwal liputan padat, dan begadang nulis artikel bikin mata saya tambah lelah. Dampaknya? Kalau mata kering dibiarkan, bukan cuma produktivitas yang kacau, tapi bisa bikin infeksi atau gangguan penglihatan permanen. Ngeri, kan?





Solusi Praktis: Insto Dry Eyes Jadi Penutup Drama


Saya nggak mau mata kering bikin karir jurnalis saya terhambat. Konsultasi ke dokter mata memang opsi, tapi dengan jadwal liputan yang padat, saya butuh solusi cepat dan praktis. Dari rekomendasi temen fotografer, saya coba INSTO DRY EYES. Awalnya saya mikir, “Tetes mata doang, apa iya manjur?” Tapi, begitu nyoba, duh, rasanya kayak kasih minum mata yang haus!


Insto Dry Eyes ini punya kandungan Hydroxypropyl Methylcellulose dan Benzalkonium Chloride yang berfungsi sebagai air mata buatan. Jadi, bisa melembapkan mata dan ngurangin iritasi akibat kekeringan. Cara pakainya gampang, tinggal tetesin 1-2 tetes per mata pas mulai terasa sepet atau perih. Hasilnya? Mata langsung terasa segar, adem, dan pandangan jadi jernih lagi. Ukurannya kecil, cuma 7,5 ml, jadi gampang banget dibawa ke lokasi liputan. Saya simpen di tas kamera, dompet, bahkan saku jaket biar selalu siap.





Selain pakai Insto Dry Eyes, saya juga mulai ubah kebiasaan. Saya coba aturan 20-20-20: tiap 20 menit nulis atau cek footage, saya lihat objek sejauh 6 meter selama 20 detik. Ini bantu mata rileks. Saya juga mulai rajin berkedip, meskipun kadang harus sengaja ngingetin diri sendiri. Air putih sekarang wajib, minimal 8 gelas sehari, biar tubuh dan mata nggak dehidrasi. Kalau liputan di tempat berdebu, saya pakai kacamata pelindung biar mata nggak kena partikel. AC di kafe atau ruang kerja nggak bisa dihindari, tapi saya usahain pakai pelembap udara di rumah.


Dampak Nyata: Liputan Lancar, Mata Nyaman


Sejak rutin pakai Insto Dry Eyes dan ubah gaya hidup, kerjaan saya jauh lebih lancar. Gejala mata kering seperti sepet, perih, dan lelah udah jarang muncul. Saya bisa wawancara tanpa takut mata buram, nulis artikel tanpa gangguan, dan motret tanpa harus kucek mata. Liputan panjang di lapangan sekarang nggak bikin stres, dan saya lebih pede ketemu narasumber karena mata nggak merah atau berair lagi.


Harga Insto Dry Eyes juga ramah di kantong, sekitar Rp17.000-Rp18.000, dan gampang ditemuin di minimarket kayak Alfamart atau apotek. Kemasan barunya yang biru juga keren, bikin saya nggak malu bawa-bawa. Yang paling penting, solusi ini bikin saya bisa fokus ngejar berita tanpa drama mata kering. #InstoDryEyes beneran penyelamat!


Pesan buat Jurnalis dan Pekerja Lapangan


Buat kalian yang kerjaannya lari-lari di lapangan atau sering terpapar debu, asap, dan layar gadget, jangan remehin mata kering. Sepet, perih, lelah itu bukan cuma capek biasa, tapi sinyal mata butuh perhatian. #MataKeringJanganSepelein, karena mata adalah aset utama buat kita yang kerja di lapangan. Coba INSTO DRY EYES buat solusi cepat, dan jangan lupa jaga pola hidup sehat: minum cukup air, istirahatkan mata, dan lindungi dari debu.


Sekarang, tiap berangkat liputan, saya nggak cuma bawa kamera dan notes, tapi juga Insto Dry Eyes di tas. Biar mata sehat, liputan lancar, dan berita tetap mengalir! Kalian punya pengalaman soal mata kering di lapangan? Ceritain dong, siapa tahu bisa saling kasih tips! 


Disclaimer: Jika gejala mata kering berlangsung lama atau memburuk, segera konsultasikan ke dokter mata untuk penanganan lebih lanjut.





Tidak ada komentar