Matahari dengan sinar emasnya menyembul dari balik awan, perlahan ia meninggi. Matahari terbit adalah alasan saya datang ke hamparan sawah ini pagi sekali. Kemudian.. satu persatu petani datang dengan menggowes sepedanya, mereka siap bekerja di sawahnya masing-masing.
Ketika matahari makin tinggi, di kejauhan akan terlihat bayang-bayang gunung Merapi. Gunung api aktif yang kadang ketika batuk membuat repot banyak orang, berdiri gagah. Saya hanya bisa melihat penampakan gunung Merapi ketika pagi dan sore hari.
Dulu... saat gunung Merapi batuk, kepulan asap merapi terlihat jelas dari kampung saya di wilayah Bantul Yogyakarta. Kampung ayah di Bangunjiwo Bantul terkena dampak abunya. Hujan abu terjadi beberapa hari dan cukup mengganggu aktifitas warga di dusun ini.
Namun untungnya hanya hujan abu dan sedikit getaran saja yang dirasa, nggak ada aliran lahar dingin yang menimpa desa. Tapi ya... hujan abu juga sudah cukup merepotkan sih, walau para warga dan masyarakat Jogja menerima dengan ikhlas akibat yang disebabkan oleh batuknya Merapi. Karena mereka percaya, ada berkah dibalik bencana.
Bencana seperti gunung api yang meletus, banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami dan banyak bencana lainnya memang kerap terjadi di negara kita karena Indonesia memang ada di wilayah yang rawan bencana. Takut jangan.. tapi waspada itu harus.
Yang masih lekat dalam ingatan adalah gempa yang terjadi di Sumatera Tengah pada 28 September lalu. Gempanya sungguh besar.. mencapai mangnitudo 7,4. Gempa bukan hanya menimbulkan tsunami, namun juga likuifaksi yang menyebabkan banyaknya korban jiwa dan hilangnya harta benda.
Jujur gempa Sulteng membuat saya mencari tahu apa itu Likuifaksi alias tanah bergerak. Dampak Likuifaksi sangat menyeramkan. Beberapa desa pindah area hingga ratusan meter karena Likuifaksi ini. Banyak rumah ditelan oleh tanah bergerak yang bercampur dengan air. Korban jiwa tak terbilang.
Pengetahuan saya soal Likuifaksi bertambah saat saya datang ke Seminar Pembelajaran Pasca Gempa M 7,4 untuk Pembangunan Sulawesi Tengah ke Depan yang diadakan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) di kantor BNPB di Jalan Pramuka Jakarta Timur pada 21 Nopember 2018.
Kalo mau tau soal ke-bencana-an memang BNPB lah sumber yang utama. Saya selalu mengikuti info dari BNPB melalui akun twitternya di @BNPB_Indonesia. Juga melalui akun twitter Bapak Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB di @Sutopo_PN.
Akun twitter ini bukan hanya memberikan info valid tentang sebuah bencana, namun juga memberi penjelasan atas hoax yang beredar. Bapak Mudrik Rahmawan Daryano, adalah seorang peneliti di LIPI, memberi pemaparan pada para peserta siang itu. Gempa bumi di Palu, Sigi dan Donggala menurut pak Mudrik disebabkan oleh pergeseran Segmen Soluki - Segmen Palu yang merupakan bagian dari sesar Palukoro.
Total panjang retakan mencapai 170 km, kata pak Mudrik. Gempa bumi di Sulteng memiliki karakteristik didahului oleh gempa bumi di Danau Lindu pada tahun 1907 dan 2012. Sulteng memang pernah mengalami gempa bumi pada tahun 1907, 1909, 2012 dan 2018.
Siklus gempa bumi menurut pak Mudrik adalah sekitar 108-130 tahun. Masih ada jumlah tenaga tektonik yang belum lepas di segmen Saluki yaitu sekitar 150 cm (=Mw7.0). Dengan perhitungan ini maka pembangunan Palu ke depannya harus berdasarkan kondisi ancaman gempa bumi yang ada.
Likuifaksi itu apa sih? Likuifaksi adalah bercampurnya tanah dan air dari dalam bumi yang mengakibatkan tanah menjadi lunak dan menenggelamkan benda-benda di atasnya. Pada likuifaksi yang terjadi di Palu Sulteng, gempa Palu berpusat di Donggala yang berada di ujung sesar Palukoro. Sementara daerah Petobo dan Balaroa berada tepat di atas garis merah sesar Palukoro.
Guncangan gempa membuat lapisan tanah teraduk dan merusak lapisan kedap air di bawahnya. Ketika lapisan kedap air terkoyak, maka air tanah akan terbuka dan bercampur tanah yang teraduk oleh guncangan gempa. Lapisan tanah bercampur air di Petobo-Balaroa berada di bidang miring maka campuran air dan tanah bergerak mengikuti bidang gelincirnya. Itulah kenapa desa-desa bergerak hingga ratusan meter jauhnya.
Total kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh gempa palu adalah 18.48 trilyun rupiah yang terdiri dari 8,3 trilyun kerusakan dan kerugian di Palu dan sekitarnya. Lalu 2,7 trilyun kerusakan dan kerugian di Donggala. 6,9 trilyun kerusakan dan kerugian di Sigi dan 640 milyar kerusakan dan kerugian di Parigi Moutong.
Tentu perlu kerja keras untuk dapat memulihkan Palu menjadi seperti sedia kala. Ada beberapa perencanaan yang dilakukan oleh BNPB bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. Pemulihan ini terbagi dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan durasi 2-6 bulan, 7-12 bulan dan 13-26 bulan.
Pendanaan untuk pemulihan ini diperkirakan membutuhkan dana sebesar 22 trilyun rupiah. Sementara untuk gempa di NTB, kita butuh dana sekitar 12 trilyun rupiah, jadi total dana yang dibutuhkan adalah 34 trilyun rupiah. Dana ini akan didapat dari dalam negeri (sekitar 6 trilyun) dan luar negeri (sekitar 12,392 trilyun rupiah). Kekurangannya akan ditutupi dari hibah dan pinjaman dari luar negeri.
Selalu ada pembelajaran di balik setiap bencana. Dari seminar ini diambil kesimpulan beberapa pembelajaran yaitu :
1. Bencana Sulteng merupakan titik balik perlunya penataan ruang wilayah berbasis resiko bencana, yang perlu ditata kembali untuk membangun kembali wilayah terdampak yang lebih baik, aman dan sustainable.
2. Rencana induk dijadikan acuan di dalam revisi RTRW dan RDTR yang akan menentukan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi serta relokasi pada wilayah pasca bencana di Sulawesi Tengah.
3. Hasil penilaian kerusakan dan kerugian serta penilaian kebutuhan pemulihan pasca bencana perlu disinkronkan secara detil termasuk kebutuhan pembangunan relokasi baru.
4. Dalam penyusunan rencana pemulihan dan pembangunan kembali wilayah pasca bencana perlu melibatkan stakeholders terkait secara luas terutama pemda dan masyarakat secara aspiratif.
5. Pembangunan relokasi perlu memperhatikan livehood recovery pada pemukiman baru termasuk fasos dan fasum agar dapat berkembang menjadi pemukiman yang berkelanjutan.
Kita tak mengharapkan terjadinya bencana, namun jika bencana terjadi maka itu adalah kesempatan kita untuk mengambil pelajaran agar bisa digunakan untuk menangani bencana selanjutnya. #SultengBangkit
beneran baru tau apa itu likuifaksi dan term2 lainnya. Makasih mba Yat udah berbagi info, jadi tau jg meski gak dtg ke acaranya...
BalasHapusKarena ada gempa Palu kmrn, aku baru tau lho likuifaksi itu apa..
BalasHapuswaktu tsunami di aceh, bapak ku pernah share tentang retakan lempengan di Indonesia yang nantinya akan bergeser dan memicu terjadinya gempa juga berpotensi tsunami. Bumi memang udah tua, kalo melihat banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia khususnya jadi makin bertanya udah cukup belum bekalku nanti.
BalasHapusdan iya aku setuju mba, bencana yang sebelumnya dijadikan pelajaran buat menangani bencana selanjutnya. meski kuingin tidak ada lagi bencana :)
"Siklus gempa bumi menurut pak Mudrik adalah sekitar 108-130 tahun. " baru tau emg ada siklusnya ya bukan krn akibat ulah manusia. Masa pemulihan lama bgt ya. Baca bencana kdg miris. Tpnkita harus tau juga gmn preventif dan tau cara pwmulihannya.
BalasHapusBpk Sutopo ini IDOLA aku bangeeet Kak
BalasHapusBeliau bisa ngasih penjelasan seputar istilah2 kebencanaan dgn bhs yg mudah dipahami awam.
Dan semangaaattnyaaa itu lho, luar biasa!
Kindly visit my blog: bukanbocahbiasa(dot)com
Indonesia sebagai daerah yang terletak di ring of fire memang rawan bencana alam. maka seharusnya pengetahuan soal bencana dan cara tanggap bencana harus diajarkan sedini mungkin, bahkan kalau perlu masuk pelajaran sekolah deh.
BalasHapusIndonesiarawan sekali gempa ya mba. Semenjak gemoa palu ini, saya jadi belajar tentang likuifaksi juga, bahwa ada beberapa daerah juga rawan likuifaksi ini. Baca inu jadi bertambah nih mba pengetahuan.
BalasHapusDuluu, setelah tsunami Aceh, aku sempat punya tas siaga bencana.
BalasHapusTapi lalu kan merasa aman ya, tasnya dibongkar. :((
Bencana alam ga bisa dihindari, tapi emang tiap daerah harus mempersiapkan segala hal yg mungkin terjadi. Terutama masalaah salah tata ruang dan kesiapan masyarakat.
BalasHapusIndonesia sebagai negeri yang rentan terhadap bencana terutama gempa karena dilewati lempengan mesti banget harus paham dan waspada mengenai info dari Badan Nasional Penanganan Bencana
BalasHapusWah dapat buku saku tanggap bencana, penting!
BalasHapusWah penring banget niy karena belum lama lama ini kan abis gempa ya mbak
BalasHapusKita tidak akan pernah tahu kapan bencana akan datang, yang bisa dilakukan adalah mempersiapkan diri, dengan ilmu pengetahuan tentang bencana, proses pasca bencana juga hal yang perlu diketahui bersama oleh publik.. proses yang tidak instan dan butuh dukungan semua pihak. Semoga Sulteng kembali bangkit!
BalasHapusLikuifaksi di Palu itu bikin shock ya mbak.. sedih banget liatnya. Tapi memang kita gak pernah tau apa yang sesungguhnya terjadi sama alam. Semoga teknologi semakin maju..
BalasHapusAku semenjak gempa Sulteng ini jadi ngikutin twitnya pak Sutopo karena berita yang diberikan pasti valid, ketimbang akun-akun yang sok tau. Aku juga baru tau tentang likuifaksi setelah baca tulisan mbak Yayat. Kalau lihat dari beberapa video yang beredar sih emang serem ya mbak Yat.
BalasHapusAku takut banget liat video likuifaksi. Denger cerita org yg selamat dari likuifaksi di petobo merinding kak. Peringatan buat kita buat lebih banyak beribadah.
BalasHapusBaca blog ini jadi tau penjelasan ilmiahnya, nambah ilmu lagi.
wew.. gempa sulteng memang sudah diperkirakan lama.. saya sendiri saat tugas disana udah ada kajian tentang lempeng palu koro yang masih aktf dan ada kemungkinan bergeser.. eh prediksinya malah lebih cepat.. semoga bnpb bisa menimilasir
BalasHapusBeruntung bisa hadir di acara ini mbak, jadi nambah ilmu baru mengenai bencana serta menghadapinya.
BalasHapusGempa ini masuk pelajaran apa ya dulu waktu sekolah? Geografi kali ya. Barutahu iatilah likuifaksi sejak ada gempa. Hehe. Semakin bertambah deh pengetahuan aku.
BalasHapus